Belakangan ini tersiar kabar cukup ramai tentang beberapa merk audio yang mengeluarkan model baru tetapi dengan memakai nama produk lama mereka atau nama baru tetapi dengan mengangkat ‘tema’ lama - menghidupkan kembali kejayaan model modelnya yang dulu pernah ngetop, bahkan melegenda. Mereka seperti tengah ingin melakukan reinkarnasi modelnya ini.
JBL misalnya, membawa kembali model L100 Classic yang pernah ngetop di tahun 1970-an. Lalu Sonus Faber mengeluarkan model Extrema yang ngetop di tahun 1991; Spendor mengembangkan desain BC1 tahun 70-an-nya yang terkenal itu untuk kemudian ditampilkan dalam model terbarunya, Classic 1/2 yang tak kalah menarik dengan BC1. Wharfedale menghidupkan kembali Linton 1965 yang sangat populer, lengkap dengan kata ‘Warisan’ dalam kalimat di promosi iklannya. Mission pun baru-baru ini menghidupkan kembali model 770 standmounter yang usianya sudah bisa dikatakan masuk dalam ‘lima dekade’.
JBL L 100 Classic
Bagaimana designer merk-merk ini menghidupkan kembali ‘roh’ dari model model lamanya ini? Apa yang diperlukan untuk dapat sukses dalam memilih, merancang, dan merekayasa ikon ini? Untuk tahu hal ini, kami berbicara kepada orang-orang yang terlibat dalam usaha pengembalian ikon ini
Evolusi dan kontinuitas
Pertama, pilihlah model mana yang akan dihidupkan kembali. Demikian menurut Jim Garrett, direktur senior strategi & perencanaan produk Harman Luxury Audio. Jim mengatakan “Model ini harus yang pernah sukses di masa lalu, terkenal dan dicintai di kalangan konsumen.”
Extrema - Sonus Faber
Ya, memang yang utama, produk ini haruslah yang pernah sukses di pasar, bahkan dikatakan yang terlaris. Kita ingat, di tahun 1970-an JBL L100 menjadi model terlaris dalam sejarah merek dan model ini. Merk ini pun sempat populer karena menampilkan iklan Maxell tahun 80-an yang terkenal itu, di mana pendengarnya benar-benar terpesona oleh suaranya. Maka bisa dibilang memilih model ini untuk makeover merupakan tugas mudah bagi tim Garrett.
Bagi Peter Comeau, direktur Acoustic Design for Mission, Wharfedale dan keluarga merek IAG, usaha menghidupkan ikon ini juga merupakan sebuah usaha untuk kembali mendapat pengakuan dan menambah daya tarik massa.
Wharfedale Linton 1965
“Apa yang saya cari secara khusus adalah desain dari katalog merek kami yang menawarkan sesuatu yang berbeda atau istimewa kepada pembeli, baik dalam hal kualitas nada yang menarik bagi banyak pelanggan (misalnya Wharfedale Linton), atau teknologi yang menawarkan sebuah terobosan kinerja akustik yang nyata (misalnya Mission 770),” katanya.
Disini mereka memang harus dapat benar-benar menghidupkan kembali model yang menjadi ikon ini, khususnya dalam upaya memperkenalkannya kepada para pemain baru, dengan tetap mempertahankan esensi aslinya. Jadi, modelnya baru, tetapi tetap memanfaatkan dan mewujudkan beberapa aspek lama. Bisa dikatakan, modelnya dan isinya termasuk modern, tetapi tampak desainnya terasakan berbau retro yang sangat dalam.
Mission 770
Bijaknya Cara lama
Menurut Comeau, memanfaatkan sebuah desain yang usianya lebih tua sebenarnya dapat menguntungkan dalam engineering sebuah speaker: “Estetika desain yang lebih tua seringkali memberikan keuntungan bagi perancang speaker. Misalnya, kabinetnya lebih besar dengan bafel yang lebih lebar seperti terlihat di speaker tahun 70-an dan 80-an. Ini memperlihatkan sebuah dinamika yang unggul dan respon daya yang lebih baik di dalam ruangan dibandingkan dengan desain ultra-ramping saat ini.” Kata Comeau.
“Untuk Sonus Faber Ex3ma, kami ingin tetap berpegang pada konsep asli dengan monocoque super kuat (aslinya dibuat di MDF), sebagai pusat speaker, dan mempertahankan sisi kayu yang solid,” kata Livio Cucuzza , chief design officer di McIntosh Group Inc, pemilik merek Sonus.
Campuran jelas
Comeau juga menyoroti bahwa meniru tampilan aslinya tidak semudah memasukkan teknologi baru ke dalam desain kabinet lama lalu berharap hasil kerjanya bagus.
“ Wharfedale Linton, gril depannya punya estetika sangat menarik dan membuatnya disenangi pembeli pada masa itu seperti halnya saat ini,” jelasnya. “[Tetapi] gril inset itu menimbulkan masalah di pantulan dari tepi kabinet yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas midrange atas dan treble, sehingga kami perlu melakukan pemodelan ulang di bentuk gril untuk menghaluskannya dan memberikan kinerja akustik yang optimal. Hasilnya, Linton terdengar paling baik dengan gril yang dipasang, bahkan di sisi estetika pun menurut kami lebih disukai pembeli.”
Classic 1/2 Spendor
Garrett dari JBL juga mencatat bahwa membuat ulang gril di model baru ini adalah sebuah tantangan: “Gril busa Quadrex mungkin terlihat paling ikonik dari desain L100 original”katanya.
Tentu saja, kunci sukses dari usaha membangkitkan kembali speaker lama ke dalam model yang baru ini pada akhirnya ditentukan oleh bagaimana kualitas suaranya. Apakah memang bisa menghidupkan kembali kenangan manis akan menariknya suara di model lama itu, plus menambah apa yang dulu masih menjadi kekurangan di suaranya. Bagaimana mereka memperhatikan betul kualitas suara ini?
(secara lengkap, dapat anda simak ulasannya di WhatHiFi Indonesia edisi XIV/III/2022)